ANALISIS KASUALITAS PERUBAHAN TINGKAT BUNGA TERHADAP TINGKAT INFLASI DAN NILAI TUKAR RUPIAH

di bawah ini adalah skeipsi dan analisis buat bahan matakuliah ekonomi atau anda dapat menjadi rujukan skripsi tentang keuangan islam tentang bunga.




ANALISIS KASUALITAS PERUBAHAN TINGKAT BUNGA TERHADAP TINGKAT INFLASI DAN NILAI TUKAR RUPIAH

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Imamudin Yuliadi

Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstrak

Perubahan variabel ekonomi yang ditimbulkan dari suatu aktivitas ekonomi merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan। Penerapan sistem bunga dalam suatu sistem ekonomi menimbulkan persoalan serius baik dalam skala nasional dan internasional. Secara praktis dan teoritis terlihat bahwa sistem bunga menyebabkan distorsi ekonomi baik berupa tingginya tingkat inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar (kurs). Sistem ekonomi Islam yang tidak mentolerir praktek bunga (riba) merupakan konsep yang fundamental dalam menata perekonomian agar bisa berjalan dalam koridor yang benar untuk meningkatkan kesejahteraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.


I. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi selalu menimbulkan adanya perubahan pada variabel-variabel ekonomi maupun non-ekonomi. Perubahan pada indikator makroekonomi ditandai dengan adanya perubahan pada variabel pendapatan nasional, investasi, anggaran pemerintah, nilai kurs, inflasi, tingkat bunga, neraca pembayaran, ekspor, impor, cadangan devisa dsb. Secara praktis kebijakan ekonomi makro diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan semakin banyaknya produksi barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

Investasi merupakan komponen dalam pendapatan nasional yang paling dominan dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara. Melalui aktivita investasi kegiatan ekonomi berkembang memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat. Tetapi investasi sekaligus juga merupakan kegiatan ekonomi yang paling rentan terhadap setiap perubahan baik yang ditimbulkan semata-mata faktor ekonomi maupun non-ekonomi. Melalui kegiatan investasi siklus ekonomi suatu negara bergerak dan berubah.

Kinerja perekonomian Indonesia dapat dilihat pada angka pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh kaju pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang selamaperiode 1969-1981 mencapai tingkat rata-rata 7,7% setahun. Tetapi mulai tahun 1982 pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun menjadi rata-rata 4% per tahun. Bahkan pada tahun 1998 mengalami kontraksi sebesar -12%, suatu keadaan yang cukup menyulitkan bagi peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat Indonesia. Keadaan ini tidak lepas dari perekonomian yang mengandalkan penerimaan dari sektor migas yang memberikan pelajaran bahwa perlu dilakukannya restrukturisasi dalam perekonomian nasional menyusul dampak buruk (adverse effect) dari gejolak ekonomi dunia terhadap permintaan agregat. Untuk meredam dampak negatif dari gejolak ekonomi tersebut ditempuh kebijakan moneter untuk mengendalikan permintaan agregat melalui penentuan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga dan kurs valuta asing. Sedangkan upaya pengendalian permintaan agregat melalui kebijakan fiskal dilakukan dengan penetapan anggaran pemerintah dan tingkat pajak (tax rate). Namun kebijakn fiskal dan moneter belum dapat diimplementasikan secara optimal karena masih terbatasnya piranti yang bisa digunakan. (Ahmad, 1989)

Implementasi kebijakan moneter sebelum deregulasi perbankan tahun 1983 menghadapi banyak kendala karena terbatasnya perangkat atau instrumen yang bisa dipakai. Rezeki dari kenaikan harga minyak dunia pad awal tahun 1970-an hingga akhir dasawarsa 1980-an telah memberikan banyak sekali pemasukan bagi devisa negara yang menyebabkan kenaikan dalam jumlah cadangan sistem perbankan sehingga melalui mekanisme perkreditan menimbulkan peningkatan yang sangat besar dalam jumlah uang yang beredar. Sementara itu struktur ekonomi serta kapasitas produksi saat itu belum mampu menghasilkan peningkatan produksi yang cukup besar mengimbangi peningkatan jumlah uang yang beredar tersebut sehingga menimbulkan ancaman inflasi yang cukup serius.

Selama tahun 2002 perkembangan nilai tukar rupiah dapat dibagi dalam dua fase yanitu fase pertama antara Januari 2002-Juni 2002 menunjukkan kecenderungan penguatan rupiah yang cukup tajam bahkan sempat menyentuh nilai tertinggi yaitu Rp. 8.425,- per dolar AS. Sementara pada fase ini bahkan sempat menyentuh nilai terendah yaitu Rp. 9.425,- per dola AS yang dipicu oleh permintaan valuta asing menyusul terjadinya aksi bom Bali meskipun hal ini tidak berlangsung lama setelah bank Indonesia melakukan intervensi untuk mengembalikan kepercayaan pasar. Dan pada triwulan IV kurs rupiah sempat menyentuh angka Rp. 8.535,-per dolar AS yang dipicu oleh sentimen positif di pasar. (Bank Indonesia, 2003)

Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ekonomi dunia dimana pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 2,7% meningkat dibandingkan tahun 2001 yang sebesar 2,5%. Namun dilaiknya perkembangan indikator makro ekonomi dunia tersebut namun perlu disikapi secara cermat karena potensi resiko perekonomian global masih cukup tinggi karena beberapa faktor. Pertama, terjadinya ketimpangan ekonomi (economic imbalances) serta rendahnya saving rate di AS, kurs dolar AS yang overvalue, tingginya tingkat hutang rumah tangga dan korporasi di beberapa negara. Kedua, menyusul terjadinya ‘rebound’ sejak 2001 diman harga saham mengalami overpricing. Ketiga, resiko regional dan internasional yang diakibatkan kesulitan ekonomi Jepang dan Argentina yang menimbulkan dampak negatif (adverse negative).

Stabilitas nilai tukar rupiah juga dipicu oleh penurunan defisit lalu lintas modal yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penjadwalan kembali pembayaran utang luar negeri baik pemerintah maupun swasta, menurunnya pembayaran utang luar negeri swasta, keberhasilan pelaksanaan program privatisasi BUMN dan divestasi bank dan penerbitan obligasi swasta dalam valuta asing di luar negeri. Sedangkan peningkatan surplus neraca transaksi sedang berjalan disebabkan oleh peningkatan ekspor yang lebih besar daripada peningkatan impor. (Laporan bank Indonesia, 2002)

Dalam rangka reformasi pembangunan sesuai dengan Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 dalam tahun anggaran 1999/2000 pemerintah akan melakukan berbagai agenda pembangunan di bidang ekonomi yaitu:

· Mewujudkan nilai tukar rupiah yang wajar dan stabil

· Mengendalikan tingkat suku bunga dan menekan laju inflasi

· Melanjutkan restrukturisasi dan penyehatan perbankan

· Melanjutkan upaya penyelesaian utang luar negeri swasta

· Mengupayakan ketersediaan sembilan bahan pokok dan obat-obatan yang cukup dan terjangkau oleh rakyat

· Menghidupkan kembali kegiatan produksi terutama kegiatan-kegiatan yang berbasis pada ekonomi rakyat dan berorientasi ekspor

Sebagai bagian dari suatu komunitas ekonomi global Indonesia juga berkepentingan selali membina hubungan ekonomi dengan negara lain melalui berbagai forum kerjasama ekonomi internasional. Indonesia sebagai anggota dalam forum kerjasama ekonomi multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), Kerjasama Ekonomi Regional Asia Pasifik (Asia Pasific Economian Cooperation = APEC) serta kerjasama ekonomi regional wilayah bebas perdagangan ASEAN (ASEAN Free Trade Area = AFTA) dihadapkan pada suatu tantangan global yang semakin kompetitif dan sekaligus juga suatu peluang untuk memanfaatkan kesempatan bagi pengembangan pasar internasional atas produk-produk ekspornya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Persoalan yang sedang dihadapi perekonomian Indonesia sekarang cukup kompleks menyangkut berbagai dimensi ekonomi baik sistem maupun kelembagaannya. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia diawali dengan timbulnya krisis nilai tukar rupiah sebagai konsekuensi dari sistem keuangan yang semakin terintegrasi secara global. Membaiknya perekonomian Indonesia dan ditunjang dengan stabilitas politik yang mantap dan kecenderungan penurunan suku bunga di negara maju mendorong masuknya aliran dana ke Indonesia dalam jumlah cukup besar pada tahun 1990-an. Masuknya modal ke dalam negeri disamping membawa berkah dapat mendorong laju investasi juga menimbulkan kekhawatiran kemungkinan terjadinya penarikan dana dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu yang singkat dipicu oleh berbagai faktor domestik atau luar negeri (contagion effect) sehingga akan menggoyahkan fundamental ekonomi yang sudah terbina selama ini. Di samping itu yang menjadi pemicu utama krisis ekonomi di Indonesia adalah besarnya utang luar negeri swasta yang sebagian besar berjangka waktu pendek tapi diinvestasikan pada sektor ekonomi untuk jangka waktu yang panjang dan tingkat resikonya tinggi seperti sektor properti dan tidak dilindungi dari resiko pergerakan kurs (currency mismatching).

Persoalan hutang luar di negara-negara berkembang sudah sedemikian kompleks dan rumit, sehingga sulit untuk mencari solusi yang terbaik. Dalam kaitannya dengan masalah utang luar negeri ada dua hal yang menjadi faktor dominan terhadap akumulasi utang luar negeri negara berkembang yaitu pertama, defisit dalam neraca transaksi berjalan karena berkurangnya penerimaan dari ekspor. Kedua, karena adanya pelarian modal ke luar negeri (capital outflow) yang dipicu baik oleh persoalan ekonomi maupun non-ekonomi yang pada akhirnya semakin mempersulit posisi neraca pembayaran.

Pada akhirnya gejolak nilai tukar rupiah berdampak pada kinerja neraca pembayaran. Defisit transaksi berjalan mengalami penurunan dari – US $ 8.069 juta dalam tahun anggaran 1996/1997 menjadi – US $ 1.699 juta dalam tahun anggaran 1997/1998. keadaan ini terjadi karena penurunan nilai impor dan kenaikan ekspor sebagai akibat terjadinya depresiasi rupiah yang cukup besar. Tetapi berbeda dengan apa yang terjadi pada neraca modal yang mengalami tekanan cukup berat karena dorongan kuat pelarian modal ke luar negeri (capital outflow). Pada tahun anggaran 1996/1997 aliran masuk modal bersih sektor swasta mencapai US $ 13.488 juta, kemudian pada tahun anggaran 1997/1998 keadaan berbalik menjadi aliran modal ke luar sebesar US $ 11.827 juta. Keadaan ini dipicu oleh karena merosotnya kepercayaan investor asing terhadap persoalaan ekonomi dan stabilitas politik di Indonesia. Pada tabel II di bawah ini dapat dilihat kinerja neraca pembayaran Indonesia dari tahun anggaran 1996/1997-1997/1998.

Sementara itu sektor perbankan yang berperan strategis dalam menggerakkan perekonomian juga terkena dampak krisis ekonomi. Sampai dengan tahun 1997 dunia perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup bagus yang terlihat dari besarnya nilai kredit yang dialirkan ke masyarakat. Namun gejolak krisis nilai tukar rupiah mengimbas ke sektor perbankan sehingga sampai dengan pertengahan tahun 2000 kinerja perbankan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Rentannya perbankan nasional terhadap gejolak krisis moneter disebabkan beberapa faktor yaitu pertama, terbukanya perbankan nasional dalam valuta asing. Kedua, kredit bermasalah pada beberapa bank nasional cenderung terus bertambah sementara itu efisiensi manajerial mengalami penurunan. Ketiga, kondisi internal perbankan yang lemah terlihat dari beberapa indikator seperti konsentrasi kredit yang berlebihan, lemahnya manajemen, kurang transparannya informasi keuangan, belum efektifnya sistem pengawasan oleh bank sentral. (Nota Keuangan dan APBN 1999/2000)

Bank Indonesia sebagai the leader of last resort menghadapi tantangan tersendiri dalam hal mengatasi gejolak moneter. Pengendalian moneter dengan uang primer sebagai target operasional yang dilakukan Bank Indonesia saat ini menghadapi dilema. Di satu sisi hubungan antara uang primer dengan target moneter M1 dan M2 yang kurang stabil yang terlihat dari angka money multiplier justru akan menimbulkan dampak destabilizing. Sehingga dalam situasi yang kurang pasti dengan memperlihatkan ancaman hyperinflasi memilih agregat moneter sebagai sasaran antara dengan uang primer sebagai sasaran operasional utama. Secara teoritis pengendalian moneter tidak langsung hanya bisa efektif kalau ada suatu pasar uang yang bekerja secara efisien dan untuk ini diperlukan suatu institusi keuangan yang efektif sehingga mekanisme transmisi dapat berjalan secara optimal. (Sitorus, 1998)

Dampak yang ditimbulkan dari gejolak mata uang juga dirasakan oleh kalangan dunia usaha yang memiliki kewajiban utang luar negeri. Depresiasi rupiah menyebabkan nilai utang luar negerinya meningkat tajam berakibat banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar utangnya. Krisis moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan beberapa indikator makroekonomi sebagaimana ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel I

INDIKATOR MAKROEKONOMI

(dalam %)

Indikator

2003

triwulan I

2003

Triwulan II

· PDB

3,47

3,76

· Konsumsi

4,16

5,14

· Investasi

6,87

4,87

· Ekspor

0,66

0,16

· Impor

9,42

-2,19

Ada kontradiksi antara perubahan tingkat inflasi dengan tingkat bunga dimana tingginya tingkat inflasi selalu mengiringi peningkatan tingkat bunga. Persoalannya adalah apakah tingkat bunga yang menyebabkan naiknya tingkat inflasi atau sebaliknya. Sebab secara teoritis kedua keadaan itu mungkin terjadi dimana tingginya tingkat bunga akan menyebabkan biaya kapital meningkat sehingga akan mendorong naiknya biaya produksi barang dan pada akhirnya meningkatkan harga barang. Demikian juga tingginya tingkat inflasi akan mendorong naiknya tingkat bunga untuk menarik dana masyarakat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pandangan Keynes mengenai permintaan uang mengundang tanggapan dari beberapa ahli yang menganggap bahwa teori permintaan uang menurut Keynes perlu ada penyempurnaan yaitu Baumol yang menyoroti mengenai permintaan uang untuk tujuan transaksi dan Tobin yang menyoroti teori permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Baumol dalam teorinya inventory approach mengemukakan pandangan lain mengenai permintaan uang untuk tujuan transaksi. Dengan adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga(bagi hasil) menyebabkan orang yang memegang uang kas menderita kerugian yang disebut dengan opportunity cost. Semakin tinggi tingkat bunga semakin besar opportunity cost yang harus ditanggung pemegang uang. Seseorang akan berusaha menentukan jumlah uang yang dipegang yang memberikan keuntungan yang optimal.

Dalam perspektif ekonomi Islam ada pandangan yang khas menyangkut definisi dan fungsi uang sebagai komponen vital penggerak perekonomian. Isalam memandang ada persoalan yang serius menyangkut penyalahgunaan fungsi dan peran uang dalam aktivitas perekonomian yaitu menyangkut masalah riba. Praktek riba menimbulkan distorsi terhadap perekonomian baik secara mikro maupun makro. Riba menyebabkan terhambatnya peluang pertumbuhan dan pemanfaatan kapasitas ekonomi secara optimal sehingga menimbulkan persoalan ekonomi yang sangat parah yaitu penganggurang, inflasi, pertumbuhan ekonomi menurun, distabilitas nilai tukar dsb. Al-Qur’an dan Assunnah secara tegas melarang praktek riba dalam segala bentuknya. Riba secara harfiah bermakna ziyadah (tambahan). Dalam arti yang lain riba berarti juga tumbuh dan membesar. Secara teknis riba artinya pengamblian tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Memang terjadi perbedaan pandangan mengenai pengertian riba namun terdapat esensi yang sama menyangkut pengertian riba sebagai bentuk pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menegaskan tentang betapa jelasnya Islam mengharamkan segala praktek transaksi yang saling merugikan termasuk praktek ribawi ini yaitu “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil ...” (QS Annisaa’:29).

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua yaitu riba utang piutang dan riba jual beli. Riba utang piutang dibagi menjadi riba qardh dan riba jahiliah. Sedangkan riba jual beli dibagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah.

1. Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.

2. Riba jahiliah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

3. Riba fadhl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

4. Riba nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

Para ahli fiqh telah membahas mengenai masalah riba dan jenis barang ribawi secara panjang lebar. Secara umum barang ribawi meliputi:

1. Emas dan perak baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

2. Bahan makanan pokok seperti beras, gandum dan jagung serta bahan makanan lainnya seperti sayuran dan buah-buahan.

Mengenai larangan praktek riba dalam Al-Qur’an tidak diterapkan secara drastis tetapi melalui empat tahap. Tahap pertama, menolak anggapan bahwa praktek riba merupakan suatu kegiatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya “Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya: (QS Ar Rum 39). Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Disini Allah mengancam dengan keras praktek riba sebagaimana firman-Nya “Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang pedih” (QS An-Nisaa’ 160-161). Pada tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa lalu. Hal ini ditegaskan sebagaimana dalam firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, jangnlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”(QS Ali Imran 130). Tahap keempat, disini Allah SWT dengan tegas-tegas menyatakan keharaman atas segala bentuk tambahan yang diambil dari pinjaman. Sebagaimana firman Allah mengenai riba yang merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan riba yaitu “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kamu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya” (QS Al-Baqarah 278-279).

Dalam penelitian ini akan mencari informasi lebih lanjut tentang kaitan perubahan tingkat bunga terhadap indikator makroekonomi perekonomian Indonesia yaitu tingkat pengangguran (unemployment), tingkat inflasi, dan nilai tukar rupiah. Dan dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Sejauh mana perkembangan tingkat bunga dan kaitannya terhadap perkembangan tingkat inflasi di Indonesia

2. Sejauh mana perkembangan tingkat bunga dan kaitannya terhadap perkembangan nilai rupiah

3. Bagaimana analisis ekonomi Islam tentang tingkat bunga dan implikasinya terhadap perekonomian

II. SISTEM EKONOMI ISLAM

Islam sebagai sistem kehidupan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia diturunkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW bagi keselamatan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. Islam diurunkan juga akan memberikan suatu jaminan kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan kasih sayang ibadah ritual seperti sholat, puasa, zakat, dan haji tetapi juga mengatur persoalan berdimensi kemasyarakatan seperti sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Bagaimana Islam sebagai suatu sistem kehidupan yang komprehensip dapat dilihat pada bagan si bawah ini:

SUMBER : Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah, Gema Insan Press, Jakarta, 2000, h. 46

Dalam bidang ekonomi yang begitu kompleks Islam juga telah memberikan aturan secara lengkap sehingga mencegah kemungkinan terjadi distorsi dan penyalahgunaan dalam pengelolaan sumber daya ekonomi. Jika jajaran Islam dapat dijalankan secara naik dan konsekuen maka akan terjamin kehidupan manusia baik di dunia yaitu terpenuhinya kebutuhan manusia secara seimbang dan berkesinambungan (sustainable) dan kebahagiaan hidup di akhirat yaitu dimasukkan ke dalam surga dan berjumpa dengan Allah SWT sebagai puncakkebahagiaan bagi seorang makhluk. Tujuan dari syariat Islam (maqoshidus shariah) yaitu mengandung semua yang diperlukan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thoyyibah). Imam Al-Ghazali merumuskan mengani tujuan syariat yaitu memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda. (Umer Chapra, 2000). Hal yang menarik dari rumusan di atas bahwa tujuan shariat Islam menempatkan aspek keimanan pada posisi pertama menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai keimanan yang ada dalam hati menjadi filter moral dalam setiap langkah, aktivitas dan orientasi kehidupan sehingga tidak terjerumus pada hal-hal yang justru akan menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. Keimanan kepada Allah SWT juga menjadi standar hidup dan tolok ukur pada setiap pengambilan keputusan untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap tujuan hidup manusia yang mengakibatkan kehancuran. Dengan fondasi keimnana yang benar, maka tujuan shariat lainnya yaitu kehidupan, akal, keturunan dan harta benda akan berjalan pada jalur yang benar pula sehingga membawa kepada kebahagiaan hidup (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thoyyibah) bagi manusia.

Ekonomi Islam sebagai suatu cabang ilmu menunjukkan gejala peningkatan dalam diskursus keilmuan pada akhir-akhir ini meskipun sebenarnya fondasi pemikiran filosofinya telah dikembangkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim beberapa abad yang lalu. Munculnya ekonomi Islam sebagai suatu kajian ilmu juga tidak lepas dari rentetan historis dinamika ekonomi dunia yang ditopang oleh ideologi sosialisme dan kapitalisme yang telah gagal membawa peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan. Kekecewaan rakyat Uni Sovyet dan Eropa Timur diujudkan dalam berbagai bentuk tuntutan dan aksi karena negara dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka berujung pada hancurnya sistem ideologi sosialis di negara-negara tersebut. Nasib ideologi kapitalisme juga tidak lebih baik yang ditandai dengan berbagai kepincangan sosial, disparitas pendapatan antar kelompok, strata, daerah dan negara, disertai dengan semakin rusaknya lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya ekonomi secara berlebihan menggambarkan betaoa telah terjadi pengikisan sendi-sendi kehidupan manusia secara serius yang jika tidak segera teratasi akan mengancam keselamatan dan masa depan umat manusia. Kerusakan itu ditimpali dengan merebaknya budaya materialisme, hedonisme, pragmatisme, konsumerisme dan berbagai cara pandang dan perilaku masyarakat yang jauh dari etika dan nrma agama semakinmempercepat tingkat kerusakan kualitas kehidupan masyarakat. Kenyataan inilah yang semakin menyadarkan manusia akan pentingnya dimensi modal dan akhlaq dalam setiap kehidupan manusia termasuk dalam bidang ekonomi.

Telah ada beberapa ahli yang secara serius mempelajari dan mengembangkan dimensi moral dan etika dalam bidang kajian ekonomi diantaranya adalah Hasanuzzaman, Muhammad Abdul Mannan, Muhammad Nejatullah Siddiqi, Khurshid Ahmad dam Muhammad Umer Chapra. Beberapa buku dan jurnal telah diterbitkan yang membahas ekonomi Islam dari sudut pandang kajian secara ekonomi positif dan empirik dengan menggunakan pendekatan kerangka ilmu ekonomi sehingga dapat diikuti oleh mereka yang berlatar belakang ilmu ekonomi. Hal ini merupakan suatu perkembangan yang menarik karena selama ini kajian ekonomi Islam hanya dilihat dari sudut syariah dengan pendekatan fikih klasik.

Beberapa ahli telah merumuskan definisi ekonomi Islam diantaranya adalah Hasanuzzaman. Beliau mendefisinikan ekonomi Islam dengan ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan sumberdaya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah SWT dan masyarakat. Sedangkan manurut Muhammad Abdul Mannan ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam. Khurshid Ahmad mendefinisikan ekonomi Islam dengan suatu upaya sistematik untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu dari perspektif Islam. Sementara Muhammad Nejatullah Siddiqi mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu tanggapan pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada jamannya dalam upayanya yang dibantu oleh Al-Qur’an dan Assunnah disertai dengan argumentasi dan pengalaman empirik.

Ekonomi Islam dibangun atas beberapa nilai dasar yang merupakan implementasi dari asas filsafat tauhid yaitu bahwa kepemilikan hakekatnya adalah milik Allah SWT sedangkan manusia hanya sekedar diberi amanah untuk mengelola dan memanfaatkan. Implikasi dari nilai dasar ini bahwa individu tidak boleh memperlakukan harta sekehendak hatinya tetapi harus berlandaskan syariat yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Semua bentuk penggunaan atas harta dan kekayaan oleh manusia akan dimintai pertanggungjawaban di alam akhirat sebagai mahkamah dari Yang Maha Kuasa. Nilai dasar ekonomi Islam berikutnya adalah keseimbangaun (equilibrium) penggunaan harta kekayaan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Keseimbangan ini mencakup pengertian yang luas yaitu mencakup keseimbangan hidup di dunia dan di akhirat, keseimbangan pemenuhan jasmani dan rohani, keseimbangan kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat, keseimbangan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Muslim yang baik manakala dapat menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek ekhidupannya sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan nilai dasar ekonomi Islam berikutnya adalah keadilan (justice) yang diartikan dengan penempatan sesuatu pada tempatnya secara proporsional sesuai tuntunan syariah Islam. Adil adalah kosakata yang paling banyak dijumoai dalam Al-Qur’an menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai keadilan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Keadilan dalam bidang ekonomi mengandung arti pentingnya aspek efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya ekonomi.

III. METODOLOGI PENELITIAN DAN TEMUAN EMPIRIS

Kontribusi penelitian ini bisa dimasukkan dalam kategori pengembangan ilmu pengetahuan dimana kita bisa melihat aspek kuantitatif dan kualitatif nukti empiris antara perubahan tingkat bunga dengan tingkat inflasi, tingkat pengangguran dan nilai tukar rupiah. Dan selanjutnya dari hasil temuan ini menjadi bahan pijakan dalam merumuskan suatu alternatif kebijakan ekonomi dalam mengatasi krisis ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dan sekaligus juga menjadi bukti untuk mendorong perkembangan institusi ekonomi dan keuangan Islam dalam menggerakkan potensi ekonomi nasional.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan memanfaatkan hasil publikasi resmi dari lembaga-lembaga ekonomi yang kredibel. Informasi data diperoleh antara lain melalui penerbitan berkala dari IMF, IFS (International Financial Statistics), BI, BPS, Nota Keuangan dan RAPBN, GBHN. Periode waktu yang diambil yaitu dari tahun 1967–1997 dengan pertimbangan bahwa kurun waktu tersebut cukup dapat memberikan informasi tentang perubahan nilai dari variabel yang akan diamati. Dan juga pertimbangan bahwa kurun waktu tersebut kondisi perekonomian nasional relatifnormal sebelum terkena dampak badai krisis moneter tahun 1997 yang menimbulkan banyak anomali pada beberapa indikator makroekonomi Indonesia.

Untuk mengkaji apakah data yang akan diteliti stasioner atau tidak maka dalam penelitian ini akan melalui beberapa tahap analisis sebagai berikut:

1. Uji stasionaritas terhadap variabel tingkat bunga, nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi dengan menggunakan uji akar unit (unit roots) Dickey-Fuller dan Augmented Dickey-Fuller

2. Jika tiap variabel tersebut stasioner maka diteruskan dengan uji kasualitas Granger (Granger Casuality Test) pada data asli. Apabila salah satu atau kedua variabel tidak stasioner, maka akan dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah kedua variabel terkontegrasi ataukah tidak.

3. Jika kedua variabel terkointegrasi maka akan dilakukan uji kasualitas Granger (Granger Casuality Test) pada data asli, apabila ternyata tidak terkointegrasi maka data yang tidak stasioner akan distasionerkan dengan cara pembedaan (differencing), baru kemudian dilakukan uji kasualitas Granger pada data yang stasioner.

Suatu data atau variabel disebut stasioner jika nilai rata-rata (mean) dan varians konstan selama periode pengamatan. Dengan asumsi stasioneritas maka mampu menterjemahkan data dan model ekonomi secara baik, karena data yang stasioner tidak terlalu bervariasi dan cenderung mendekati nilai rata-ratanya. (Gujarati, 1995). Sebaliknya pada data yang tidak stasioner akan dipengaruhi oleh waktu dan cenderung menyimpang dari niali rata-ratanya dan selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya regresi lancing (spurious regression). Untuk menguji apakah data atau variabel yang dianalisa dalam penelitian ini stasioner atau tidak, maka dilakukan uji stasioneritas dengan uji akar-akar unit (unit roots). Pada uji akar-akar unit pada prinsipnya untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Uji stasioneritas dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1981) dengan penaksiran model otoregresif dengan metode OLS sebagai berikut:

dimana DXt=Xt-Xt, BXt=Xt-1, T=trend waktu dan Xt=variabel yang diamati pada periode t, B merupakan operasi kelambanan. Untuk melihat stasioneritas suatu data dengan uji Dickey-Fuller (AD) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) dilakukan dengan membandingkan nilai t-statistik dari variabel Yt-1 dengan nilai kritis DF dan ADF dalam suatu tabel.

Dari hasil uji stasioneritas dengan menggunakan metode Dickey-Fuller (AD) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel II

NILAI DF DAN ADF UJI AKAR-AKAR UNIT

Variabel

DF

ADF

Kurs

5,111112

1,773145

Inflasi

-4,474352

-1,452733

Tingkat Bunga

-5,692038

-4,230943

Sumber: Data Primer (diolah)

Untuk mengetahui apakah hasil dari uji stasioneritas di atas menunjukkan suatu data stasioner atau tidak, maka dibandingkan dengan tabel nilai kritis di bawah ini:

Tabel III

NILAI KRITIS UNTUK T PADA UJI ADF

N (JUMLAH SAMPEL)=30

Tingkat Signifikansi

Nilai Kritis

0,01

-3,6852

0,05

-2,9705

0,10

-2,6242

Sumber: Fuller (1976)

Dari hasil uji stasioneritas di atas menunjukkan bahwa semua variabel menunjukkan nilai stasioneritas pada data asal. Tetapi untuk data tingkat inflasi untuk mendapatkan data yang stasioner harus dideferensiasi samapi tingkat 2 (second difference). Sehingga dapat dilanjutkan dengan mencari kasualitas antara perubahan tingkat bunga dengan tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah (kurs). Dengan menggunakan analisa Granger Casuality pada lag 1 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel IV

ANALISA GRANGER CASUALITY

LAGS 1

Kasualitas antar variabel

Obs

F-stat

Prob.

Kurs terhadap inflasi

29

16,7733

0,00036

Inflasi terhadap kurs

29

2,36679

0,13602

Tingkat bunga terhadap inflasi

29

0,09569

0,75953

Inflasi terhadap tingkat bunga

29

0,00100

0,97499

Tingkat bunga terhadap kurs

29

0,21984

0,64307

Kurs terhadap tingkat bunga

29

0,01493

0,90368

Sumber: Data Primer (diolah)

Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan lag 1 ternyata kasualitas antara kurs menyebabkan terjadinya perubahan tingkat inflasi. Sementara kasuaiitasl antar varibellainnya menunjukkan nilai signifikansi kecil yang ditunjukkan dengan besarnya F-Statistiknya lebih kecil daripada F-tabel. Jika menggunakan lag 2 diperoleh hasil analisa Granger Casuality sebagai berikut:

Tabel V

ANALISA GRANGER CASUALITY

LAGS 2

Kasualitas antar variabel

Obs

F-stat

Prob.

Kurs terhadap inflasi

28

44,7887

0,00000001

Inflasi terhadap kurs

28

0,56691

0,575000

Tingkat bunga terhadap inflasi

28

0,60750

0,55322

Inflasi terhadap tingkat bunga

28

0,71001

0’81995

Tingkat bunga terhadap kurs

28

0,21984

0,64307

Kurs terhadap tingkat bunga

28

0,01493

0,90368

Sumber: Data Primer (diolah)

Dari hasil analisa di atas menunjukkan bahwa ternyata hanya perubahan Kurs dengan Tingkat Inflasi yang menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar daripada nilai dalam tabel (44,7887) artinya bahwa perubahan nilai tukar rupiah menyebabkan timbulnya inflasi di Indonesia. Sedangkan tingkat bunga tidak berpengaruh baik terhadap tingkat inflasi maupun terhadap nilai kurs. Jadi dari hasil analisa kasualitas baik dengan lag 1 maupun lag 2 diperoleh hasil yang sama dimana tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap tingkat inflasi dan nilai kurs. Dan hasil ini juga sekaligus memberikan informasi bahwa perubahan tingkat inflasi dan kurs lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor selain tingkat bunga.

Dalam perspektif ekonomi Islam dijelaskan bahwa tingkat bunga merupakan salah satu praktek ekonomi yang diharamkan dalam agama dan disamping itu dengan diberlakukannya tingkat bunga dalam sistem ekonomi menyebabkan beban biaya yang tidak kecil dalam aktivitas ekonomi. Tingginya tingkat bunga menyebabkan biaya tetap modal menjadi semakin meningkat sehingga biaya produksi meningkat dan akibatnya harga barang menjadi lebih mahal. Dalam skala yang lebih besar penerapan tingkat bunga dalam perekonomian dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya distorsi ekonomi seperti tingginya inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar. Hal ini bisa dilihat secara lebih jelas pada gambar dibawah ini:

TC*

TCi TC

TCii TC

FCi FC*

TCi

FC FC

Q Q

Q* Q Q*

Dari gambar di atas terlihat bahwa TC sistem bunga lebih tinggi dibandinkan dengan sistem bunga bagi hasil. Sehingga apabila jika diambilkan satu tingkat output tertentu kemudian ditarik garis vertikal sampai memotong kurva TC dan TCi kemudian masing-masingperpotongan tadi ditarik garis horisontal sampai sumbu Y, maka akan diketahui bahwa untuk tingkat output yang sama total biaya (TC) pada sistem bunga lebih tinggi dibandingkan dengan sistem bagi hasil. Demikian juga halnya jika kita lihat pada tingkat TC tertentu output yang dapat dihasilkan sistem bagi hasil akan lebih besar daripada sistem bunga. Hal ini artinya bahwa sistem bagi hasil lebih efisien dibandingkan sistem bunga.

Kaitannya dengan akivitas produksi Islam menekankan pentingnya sikap produktif yaitu berusahamemanfaatkan seoptimal mungkin semua potensi yang dimiliki. Allah SWT dalam A-Qur’an surat Al-Ashr menjelaskan “Demi massa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih. Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran. Dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kehidupan manusia selalu berkaitan dengan dimensi ruang dan waktu. Bahwa kehidupan ini akan bermakna manakala proses perjalanan waktu kehidupan manusia diwarnai dengan nilai-nilai keimanan, amal shalih,aktivitas dakwah amar ma’ruf nahi mungkar an selalu mengembangkan sikap kesabaran. Begitulah Islam menekankan pentingnya kita menghargai dan memanfaatkan semua anugerah dan potensi yang diberikan Allah SWT bagi kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat baik diri sendiri maupun lingkungan kita.

Untuk mengembangkan bagaimana sistem kurs mengambang dalam menentukan kurs dan implikasi kebijakan ekonomi terhadap perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis IS-LM sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini:

Kurs

LM

e* E

IS

C Y*

Sumber: N Gregory Menkiw, Macroeconomics, 4th editions, Worth Publishers, h. 295, 2000

Kurva di atas menggambarkan perekonomian kecil terbuka sebagaimana dirumuskan dalam model Mundell-Fleming yang diasumsikan bahwa mobilitas modal sempurna sehingga tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga internasional dimanadistem kurs yang ditetapkan adalah sistem kurs mengambang, sehingga bentuk kurva LM adalah vertikal. Implikasi kebijakan fiskal dan moneteryang dilakukan pemerintah akan menggeser kurva IS atau LM atau kombinasi keduanya sehingga akan berdampak terhadap perubahan tingkat bunga dan pendapatan nasional sebagaimanaterlihat pada gambar di bawah ini:

Kurs


LM LM’



















e* E

e*’

IS

E’

IS’

Y

C Y* Y*’

Sumber: N Gregory Menkiw, Macroeconomics, 4th editions, Worth Publishers, h. 306, 2000

Pergeseran kurva IS dan LM disamping dipengaruhi oleh langsung oleh pemerintah bisa juga merupakan respon yang terjadi atas ekspektasi masyarakat terhadap perubahan kurs dimasa yang akan datang dan tingkat resiko negara (country risk). Sebagaimana terlihat pada kurva di atas dimisalkan bahwa negara dalam krisis politik yang menyebabkan naiknya premi q sehingga akan mendorong kenaikan tingkat bunga domestik. Keadaan ini akan berpengaruh pada dua sisi yaitu pertama, akan menggeser kurva IS ke kiri karena kenaikan tingkat akan menurunkan investasi. Kedua, akan menggeser kurva LM ke kanan karena tingginya tingkat bunga akan menurunkan permintaan uang dan situasi ini akan menyebabkan kurs terdepresiasi dan mendorong peningkatan pendapatan nasional.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penerapan sistem bunga baik dalam skala nasional dan internasional diikuti dengan perilaku masyarakat yang memandang bahwa uang merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan melahirkan perilaku spekulasi di tengah-tengah masyarakat. Tingginya hasrat spekulasi masyarakat terhadap perubahan tingkat bunga menghilangkan fungsi asli uang sebagai alat untuk melancarkan proses produksi. Akibatnya menimbulkan distorsi dalam kehidupan ekonomi dalam bentuk ketidakstabilan nilai kurs dan keadaan ini menimbulkan persoalan yang serius dalam upaya untuk mendorong tingkat produksi ke tingkat optimal.

IV. KESIMPULAN

Hasil analisa ekonomi baik dengan pendekatan ekonomi Islam maupun dengan pendekatan ilmu ekonomi konvensional menjelaskan bahwa penerapan sistem bunga menimbulkan persoalan yang serius terhadap perekonomian secara makro. Dalam penelitian mengenai kaitan antara perubahan tingkat bunga terhadap tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah pada perekonomian Indonesia diperoleh temuan empiris dan informasi penting sebagai berikut:

  1. Perubahan tingkat bunga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan tingkat inflasi
  2. Perubahan tingkat bunga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah
  3. Perubahan tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah lebih dominan dipengaruhi oleh faktor-faktor selain tingkat bunga
  4. Penerapan sistem bunga berpotensi menimbulkan distorsi ekonomi yaotu menjadi pemicu tingginya tingkat inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar.
  5. Islam mengharamkan penerapan praktek bunga (riba) dalam berbagai aktivitas ekonomi dan secara teoritis terbukti bahwa penerapan sistem bunga dan perilaku masyarakat yang menganggap uang sebagai komoditas berpotensi menimbulkan distorsi ekonomi berupa tingginya tingkat inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar.

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU/TEXT BOOK

ADIWARMAN a. Karim, Islamic Microeconomics, first edition, Muamalat Institute, Jakarta, 2000

Adams John, 1999, The Contemporary International Economy Reader, second edition, St. Martin Press, Ney York

Ahmed K, Economic Development in an Islamic Framework, in studies in Silamic Economies, ed. K Ahmed, Leicester, 1980

Ahmad, Shaikh Mahmud, Economics of Islam, Lahore: Ashraf Publication, Edisi II, 1968

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama Ri, 1995

Arif, Sritua, 1990, Dari Prestasi Pembangunan sampai Ekonomi Politik, Kumpulan Karangan, Penerbit Universitas Indonesia

Arsyad, Anwar, 1985, Prospek dan Permasalahan Ekonomi Indonesia 1985-1986, edisi pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Sinar Harapan, Jakarta

Basyir, Ahmad Asyhar, Garis-garis Besar Ekonomi Islam, BPFE, Yogyakarta, 1985

Bennett T. McCallum, Monetary Economics Theory and Policy, Mcmillan Publihsing Company, Ney York, 1989

Boediono, 1979, Econometric Models of The Indonesian Economyfor Short Run Policy Analisys, Disertation Ph.D, University of Pensylvania

Branson, William H, 2000, Macroeconomic Theoru and Policy, third edition, Harper and Row Publisher

Chamberlin, Edward H, The Theory of Monopolistic Competition, Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1933

Chacholiades Miltiades, The Pure Theory of International Trade, The Macmillan Press, London, 1973

Chiang, Alpha C, 2002, Fundamental Methods of Mathematical Economics, third edition, International Student Edition,McGraw-Hill Inc.

Choudhury, Mashudul ‘Alam, Contributions to Islamic Economic Theory, Mac Millan, London, 1986

David Bigman and Teizo Taya, Floating Exchange Rates and The State of World Trade and Payments, Ballinger Publishing Company, 1984

David Romer, Advanced Macroeconomics, McGraw Hill International Editions, Singapore, 2000

Dernburg Thomas F, 2001, Makroekonomi, terjemahan Muhtar, Penerbit Erlangga, edisi ketujuh, Jakarta

Dornbusch, Rudiger dan Fischer Stanley, 2002, Makroekonomi, terjemahan Sitompul, Erlangga, edisi ketiga, Jakarta

Dornbusch, Rudiger, Open Economy Macroeconomics, Basic Books Inc., New York, 1980

Elisabeth Sadoulet and Alain de Janvry, Quantitative Development Policy Analisys, Addison Wesley, 2001

Gallagher T. Kenneth, Epistomologi Filsafat Pengetahuan, 1994, Kanisius, Yogyakarta

Glassburner, Bruce dan Chandra Aditiawan, 1982, Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi Makro, LP3ES, edisi kedua, Jakarta

Granger, CWJ and Newbold, Paul, 2002, Forecasting Economic Time Series, Academic Press, Ney York San Fransisco London, p. 333

Groosman, Gene M, Imperfect Competition and International Trade, The MIT Press, 1992

Grubel, Herbert G, International Economics, Richard D. Irwin Inc., 1981

Gujarati, Damodar N, 2002, Basic Econometrics, fifth edition, McGraw-Hill, London

Hadiwijoyo Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat, Jilid I dan II, 1980, Kasisius, Yogyakarta

Harris Laurence, 1985, Monetary Theory, second edition, McGraw-Hill Book Company, Ney york

Havrilesky T and Boorman J, 1976, Current Issues in Monetary Theory nad Policy

Henderson James M, Quandt Richard E, 1980, Microeconomic Theory a Mathematical Approach, third edition, International Student Edition, McGraw-Hill International Book Company

Hill, Hall, 1996, The Indonesian Economic since 1966 Southeast Asia’s Emerging Giant, Cambridge University Press, London

Intriligator, Michael D, 1996, Econometric Models, Technicques and Application, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, Ney Jersey USA

Kahf, Monzer, Ekonomi Islam Telaah Analitik atas Persoalan Ekonomi, Putaka Pelajar, Yogyakarta, 1999

Kenen, Peter B, 1989, The International Economy, Prentice Hall, Englewood Cliff, Ney Jersey, second edition

Keynes, John Maynard, The General Theory of Employment, Interest and Money, Ney York: Harbinger Book, 1964

Kmenta, Jan, 2000, Elements of Econometric, second edition, Prentice-Hall, Englewood Cliff, New Jersey

Krugman Paul and M Obstfeld, International Economic Theory and Policy, Foresman and Company, London, 1988

Lilien, David M, 1976, Micro TSP Student Version Used’s Manual Version 5.1, Quantitative Micro Software, Irvin California

Maddala, GS, 2001, Introduction to Econometrics, second edition, Maxwell Macmilan International Publishing Company, New York

Mankiw GN, Macroeconomics, Worth Publisher Co, New York, 2000

Mannan, MA, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhanti Wakaf, Yogyakarta, 1998

Malinvaud, E, 1999, Statistical Methods of Econometrics, third revised edition, North Holland Publishing Company, 737

Meade, JE, 1956, The Balance of Payment, fourt edition, Oxford University Press, New York

Mundel, RA, 1968, International Economics, McGraw-Hill, New York

Nasir. M, 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Nopirin, 1983, A Synthesis of Monetary and Keynesian Apporach to Balance of Payments The Indonesian Case 1970-1979, PhD disertation, Washington State University, 1983, Unpublished

Peursen van CA, Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, 1993, PT. Gramedia, Jakarta

Pindyck Robert S and Rubinfeld, Daniel L, 1991, Econometric Model and Economic Forecast, International edition, McGraw-Hill Inc., third edition

Rahman Afzalur, Economic Doctrines of Islam, Lahore, Islamic Publications, 1975

Salvatore, Dominick, 1993, International Economics, fourth edition, Macmillan Publishing Company, New York

Siddiqi, Muhammad Nejatullah: Some Aspects of the Islamic Economy, Delhi, Markazi Maktaba Islami, 1972

Soewardi, Herman, 2000, Roda Berputar Dunia Bergulir Kognisi Baru tentang Timbul-tenggelamnya Siviliasi, edisi I, Bhakti Mandiri, Bandung

Syafii Antonio. M, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Tazkia Cendekia, Jakarta, 2001

Tawang Alun, Analisa Ekonomi Utang Luar Negeri, LP3ES, Jakarta, 1992

Thomas, R. Leighton, 1985, Introductory Econometrics Theory and Application, first edition, British Library Catalog in Publishing Data, Printed in Singapore

Turnovsky, Stephen J, 1981, Macroeconomic Analysis and Stabilization Policy, Cambridge University Press, USA

Tulus Tambunan, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, LP3ES, Jakarta, 2001

Umer Chapra, Islam dan Pembayaran Ekonomi, International Institute of Islamic Thought (IIIT), Malaysia, 1996

--------------, Towards a Just Monetary System, Leicester, U.K, The Islamic Foundation, 1992

Yusanto, Ismail, Islam Ideologi, Al-Izzah, bangil, 1999

Zarqa, Muhammad A, Social Walfare Function and Consumer Behaviour: An Islamic Formulation of Selected Issues, in Studies Economics

II. JURNAL/WORKING PAPER/BULETIN/MAJALAH/SURAT KABAR

Aghevli, BB, 1976, “A Model of The Monetary Sector for Indonesia 1968-1973”, Bulletin of Indonesian Economic Studies, vol. 12/3, p. 50-60

--------------, 1977, “Money, Price and The Balance of Payment: Indonesia, 1968-1976”, Journal of Development Studies, vol. 13/2, p. 35-57

--------------, 1999, “An Econometric Model of Monetary Sector for Indonesia”, Journal of Development Studies

Aghevli, BB and Khan MS, 1978, “Government Deficits and The Inflationary Process in Developing Countries”, IMF Staff Papers

Angelos Kanas and Georgios P Kouretas, “Black and Official Exchange Rate Volatility and Foreign Exchange Controls Evidence form Greece”, International Journal of Finance and Economics 6, 2001

Betts, Caroline and Michael B Devereux, 2000, Exchange Rate Dynamics in a Model of Pricing to Market, Journal of International Economics 50, 215-244

Bodnar, GB and R martson, “A Simple Model of Foreign Exchange Exposure”, mimeo, October 30, 2000

Bodnar, G, F Wong, “Estimating Exchange Rate Exposure Some Weightly Issues”, NBER Working Paper 7497, January 2000

Bordo Michael D and Harold James, “The Adam Klug Memorial Lecture Haberler versus Nurkse The Case for Floating Exchange rate as An Alternative to Bretton Woods”, NBER Working Paper, November 2001

Carmen M Reinhart and Vincent R Reinhart, “What Hurts Most? G-3 Exchange Rate or Interest rate Volatility”, NBER Working Paper, July 7, 2000

Cooney John W, Bonnie van Ness and Robert van Ness, “Do Inventors Avoid Odd-Eights Prices? Evidence from NYSE Limit Orders”, mimeo (December 2000)

Dominguez K and L Tesar, “A Re-Examination of Exchange Rate Exposure”, American Economic Review Papers and Proceeding, May 2001

--------------, “Exchange Rate Exposure”, NBER Working Paper 8453, September 201

Evans, Martin, “FX Trading and Exchange Rate Dymanics”, NBER Working Paper 8116 (February 2001)

George J Hall, “Exchange Rates and Casualties During The First World War”, Cowles Foundation Discussion Paper No. 1321, August 2001

Goldberg Michael, “Do Monetary Models of The Exchange Rate with RE Fit The Data?”, mimeo, University of New Hampshire (November 2000)

Griffin John and Rene Stulz, “International Competition and Exchange Rate Shocks A Cross Country Industry Analysis of Stock Returns”, Review of Financial Studies, Spring 2001, 215-241

Hausmann Ricardo, Ugo Panizza and Ernesto Stein, “Why Do Countries Float The Way They Float?”, JADB Working Paper, No. 418, 2000

Hongwei Du and Zhen Zhu, “The Effect of Exchange Rate Risk on Export Some Additional Empirical Evidence”, Journal of Economic Studies, Vol 28 No. 2, 2001, pp. 106-121

IMF, World Economic Outlook, May, Washington DC, International Monetary Fund, 1998

Insukendro, 1990, “Komponen Koefisien Regresi Jangka Panjang Model Ekonomi Studi Kasus Impor Barang di Indonesia”, Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No. 2 tahun V

Jaya Wihana Kirana, 1990, “Seleksi Model Permintaan Uang di Indonesia 1973-1983”, Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, No. 2 tahun V

Jeremy Berkowitz and Lorenzo Giorgianni, “Long Horizon Exchange Rate Predictability?”, International Monetary Funds, September 19, 1996

John Geanakoplos and Dimitrios Tsomocos, “International Finance in General Equilibrium”, Cowles Foundation Paper No. 1313, July 2001

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, volume 1 No. 2/2000, FE-UMY

Kilian L and M Taylor, “Why is It So Difficult to Beat The Random Walk Forecast of Exchange Rate?”, University of Mimeo, 2001, pp. 29

Lyons, Richard K, The Microstructure Approach to Exchange Rates, Book in Draft (2001)

Mason Paul, “Exchange Rate Regime Transitions”, Journal of Development Economics, January 2001

Michael D McKenzie, “Forecasting Australian Exchange Rate Volatility A Comparative Study of Alternate Modelling Techniques and The Impact of Power Transformations”, Department of Economics and Finance, RMIT

Nucci F and AF Pazzolo, “Investment and The Exchange Rate An Analysis with Firm Level Panel Data”, European Economic Review 45, 2001, pp 259-83

Obstfeld M and K Rogoff, “The Six Major Puzzles in International Macroeconomics Is There A Common Cause?”, NBER Working Paper 777, 200,pp. 66

Osler, CL, “Information, Order Flow, and High Frequancy Exchange Rate Dynamics”, Mimeo, Federal Reserve Bank of New York (2001)

--------------, “Support for Resistance Technical Analysis and Intraday Exchange Rates”, Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review (July 2000)

--------------, “Currency Orders and Exchange Rate Dynamics Explaining The Succes of Technical Analysis”, Federal Reserve Bank of New York, March 2001

Paul de Grauwe and Isabel Vansteenkiste, “Exchange Rates and Fundamentals A Non Linear Relationship?”, CESifo Working Paper No. 577, October 2001

Ravn, Morten O, 2000, Consumption Dynamics and Real Exchange Rate, Working Paper, London Business School

Rime, Dagfinn, “Private or Public Information in Foreign Exchange Markets? An Empirical Analysis”, Mimeo, April 2000

Robert E Lipsey, “The Role of Foreign Direct Investment in International Capital Flows”, NBER Working Paper 7094, April 1999

Rossi, Barbara, “Testing Out-of-Sample Predictive Ability with High Persistance An Application to Models of Nominal Exchange Rate Determination”, Princeton University Mimeo (April 2000)

West and Cho, “The Predictive Ability of Several Models of Exchange Rate Volatility”, Journal of Econometrics, 69, 1995, pp. 367-391

ZhaoyongZhang, “China’s Exchange Rate Reform and Its Impact on The Balance of Trade and Domestic Inflation”, Asia Pacific Journal of Economics and Business, vol. 3 no. 2, December 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar